BRA Akan Luncurkan E-Proposal untuk Tertibkan Data Pemenuhan Hak Korban Konflik
Banda Aceh - Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Jamaluddin menyebut akan meluncurkan e-proposal (elektronik proposal) untuk menertibkan data dan mempermudah pemenuhan hak-hak terutama eks kombatan, tahanan politik (tapol) dan masyarakat korban konflik lainnya.
“E-proposal ini diluncurkan untuk menertibkan data, kemudian jika ada korban konflik atau eks kombatan yang belum terdata bisa disampaikan disini juga,” kata Jamaluddin, Senin (6/1/2025).
Ia mengaku hingga kini pengumpulan data-data terkait korban konflik masih memiliki kendala terutama tahanan politik dan masyarakat korban konflik. Sebaliknya, data-data eks kombatan GAM lebih mudah dikumpulkan karena memang memiliki struktur pemimpin yang jelas.
Oleh karenanya, e-proposal ini dianggap penting untuk memenuhi hak-hak korban konflik terutama soal pemberdayaan ekonomi.
“Rencananya bulan Februari 2025 akan segera diluncurkan,” ujar Jamaluddin.
Ia menjelaskan, melalui skema e-proposal diharapkan meminimalisir terjadinya human error saat mengunggah proposal. Nantinya, proposal akan diverifikasi secara otomatis.
Proposal yang diunggah pun harus memenuhi dokumen persyaratan seperti dokumen permohonan, Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan rekomendasi sesuai dengan aturan pemerintah.
“Kalau ada yang tidak sesuai atau tidak lengkap, sistem akan menolak secara otomatis. Ini mengurangi human error,”.
Jamaluddin mengaku, semenjak dilantik menjadi Ketua BRA, ia tidak mendapatkan informasi maupun data terkait pemenuhan hak korban konflik, eks kombatan maupun tapol di Aceh. Begitu pula dengan kinerja pemimpin sebelumnya hingga rancangan kerja kedepannya.
Meski demikian ia tidak menyalahkan siapapun dan berkeinginan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama untuk memenuhi hak-hak korban konflik, eks kombatan dan tapol di Aceh.
Selain memenuhi hak ekonomi korban konflik, pihaknya juga berharap dapat diberi wewenang untuk memberi bantuan pendidikan formal kepada korban konflik. Dalam hal ini, menurutnya sebagai cara baru untuk menyelesaikan konflik dengan bermartabat.
“Kedepannya kita juga berharap dapat wewenang untuk memberi pendidikan formal pada korban konflik, ini cara baru menyelesaikan konflik dengan bermartabat sesuai dengan konstitusi,” tutup Jamaluddin.