Pakar Hukum Sebut Pemberantasan Korupsi Harus Dimulai dari Mencegah Praktik Suap
JAKARTA - Penasihat Hukum Senior, Maqdir Ismail mengatakan, saat ini perlu adanya pemberantasan suap menyuap dan penyalah gunaan jabatan yang dilakukan oleh orang serakah, hal ini yang perlu menjadi titik tolak dalam memberantas korupsi.
Hal ini disampakannya dalam acara seminar nasional terkait uji materi Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor dengan tema 'Tak ada Suap, tak ada Korupsi', di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
"Sebenarnya korupsi itu bukan hanya menyangkut kerugian negara tetapi yang pokok adalah suap menyuap, penyalah gunaan kewenangan dan sebagainya ini diatur dalam UU kita," ujar Maqdir dalam keterangannya.
"Salah satu penyebab terjadinya kekacauan masalah korupsi adalah karena keserakahan orang, orang serakah ini lah yang harusnya menjadi titik tolak dalam peberantasan korupsi," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar IPDN, Ahli Keuangan Negara, Dadang Suwanda menilai, dalam sebuah perkara tidak semua harus dimasukan dalam ranah pidana dan dianggap merugikan negara.
"Dalam dunia pemerintahan ada empat pidana, kalau terjadi penyimpangan ini penyimpangan di mana jangan semua ditarik ke pidana, kalau administratif tarik ke administratif," kata Dadang.
"Apakah ini kerugian negara atau bukan, tapi lebih ke pada ada nggak kerugian negara, jangan sampai nggak ada kerugian negara tapi dipaksakan," ujar Dadang.
Dadang menilai, dalam hal administrasi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu sistem pengendalian managemen. Salah satunya yakni perlu adanya pemisahan pihak yang menetukan kerugian negara dalam sebuah kasus.
"Jadi yang menentukan kerugian negara siapa, yang menentukan kerugian negara jangan semua diborong sama hukum. Pisahkan di situ, yang berwenang menentukan adalah BPK. Harus pasti siapa yang menentukan kerugian negara siapa, siapa yang punya kewenangan," tuturnya.
Selanjutnya, Guru Besar Hukum Tata Negara, John Pieris dalam kesempatan yang sama menilai hukum bisa berlaku efektif jika memenuhi kejelasan dan norma hukum. Sehingga menurtnya tidak ada orang yang tidak bersalah justru dituduhkan sebagai korupsi.
Hari Raya Galungan dan Kuningan, Menag Sambangi Keluarga Masyarakat Hindu Indonesia di Jepang
"Norma hukum harus jelas misalnya soal suap, jangan mengada-ngada itu suap kasian anak bangsa yang tidak bersalah atau mungin salanya sedikit dituduh sebagai koruptor kasian kan masa depanya terancam," tuturnya.
"Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan baik vertikal maupun horizontal," ujarnya.
Ia lantas berharap pemerintah dengan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dapat memberantas korupsi hingga ke akar.
"Pesan saya kepada Presiden Prabowo Subianto beri kesempatan dia untuk mebenahi, berantas korupsi sampai ke akar akarnya saya setuju, bapak jalan terus kita di belakangnya, dia nasionalis sejati," pungkasnya.