Kehabisan Tenaga Berperang, Ini Alasan israel Setujui Gencatan Senjata dengan Hizbullah
JAKARTA – Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon menyetujui gencatan senjata setelah lebih dari setahun kekerasan lintas perbatasan antara kedua belah pihak. Gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) dan Prancis itu mulai berlaku pada Rabu, (27/11/2024) dan menghentikan, kemungkinan hanya sementara, perang di selatan Lebanon.
Konflik terbaru antara Israel dan Hizbullah ini pecah pada 8 Oktober setelah militer zionis mengumumkan perang terhadap kelompok Hamas di Gaza dan menyerang daerah kantong Palestina tersebut. Invasi Israel ini merupakan respon dari serangan Hamas ke wilayah perbatasan pada 7 Oktober yang menewaskan sekira 1.200 warga Israel, menurut penghitungan Pasukan Pertahanan israel (IDF).
Hizbullah dan Hamas merupakan kelompok milisi yang mendapatkan dukungan dari Iran, musuh regional Israel. Hizbullah juga merupakan sekutu dekat Hamas, dan segera mengumumkan dukungan bagi kelompok Palestina tersebut menyusul aksi militer Israel di Gaza.
Kesepakatan Gencatan Senjata
Setelah 14 bulan konflik, yang melibatkan tembakan rudal, roket, dan drone lintas perbatasan, bentrokan berdarah di perbatasan, pengeboman, serta serangan pager, kedua belah pihak akhirnya menyepakati gencatan senjata.
Menurut kesepakatan gencatan senjata ini, pasukan Israel akan mundur dari Lebanon selatan, dan Hizbullah akan mundur ke utara Sungai Litani, mengakhiri kehadirannya di selatan.
Penarikan pasukan dari kedua belah pihak ini akan memakan waktu 60 hari, dan tentara Lebanon, yang sebagian besar hanya menjadi pengamat dalam perang saat ini, akan dikerahkan ke selatan untuk memantau gencatan senjata. Satuan tugas internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang mencakup pasukan penjaga perdamaian Prancis juga akan dikerahkan untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata.
Tentara Lebanon akan diminta untuk memperluas perannya, terutama di wilayah selatan, di mana mereka akan menjadi satu-satunya pasukan bersenjata dan mengambil alih semua aktivitas terkait senjata di negara tersebut.
Israel Kehabisan Tenaga
Bagi Israel, kesepakatan gencatan senjata ini merupakan sesuatu yang sangat penting. Pasalnya rezim zionis tersebut kini tengah menghadapi perang di 3 front: di Gaza melawan Hamas, di Lebanon menghadapi Hizbullah, dan konflik dengan Iran yang berpotensi semakin meningkat. Konflik yang telah berlangsung selama lebih dari setahun telah membuat militer Israel kehabisan tenaga.
Tentara IDF kelelahan karena konflik yang berkepanjangan, ini khususnya berlaku bagi para prajurit cadangan Israel, yang jumlahnya semakin banyak yang tidak masuk tugas. Masyarakat umum Israel juga lelah dengan konflik, dan mayoritas mendukung gencatan senjata dengan Hizbullah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga memiliki masalah internal dalam pemerintahannya yang harus dihadapi. Ia menghadapi tekanan dari mitra koalisi yang berkuasa yang beraliran ultra-Ortodoks untuk menyusun undang-undang yang membebaskan orang Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer, menurut laporan The Conversation.
Mengurangi kebutuhan personel aktif dengan menenangkan garis depan dengan Lebanon akan membantu dalam hal itu. Sektor masyarakat sekuler dan nasional-religius yang bertugas di IDF dan yang kesal dengan kemungkinan adanya undang-undang pengecualian wajib militer formal bagi orang-orang ultra-Ortodoks mungkin lebih cenderung menerima kenyataan ini jika perang dengan Hizbullah berakhir.
Alasan lain adalah dengan menyepakati gencatan senjata dengan Hizbullah, Israel dapat memfokuskan perhatiannya terhadap ancaman dari Iran dan perang dengan Hamas yang tengah berlangsung di Gaza. Selama ini Hamas mengandalkan Hizbullah sebagai sekutunya dalam mendukung upaya perang dengan Israel.
Penghentian Konflik Secara Permanen
Amerika Serikat sebagai mediator konflik berharap gencatan senjata ini akan menjadi awal dari penghengtian konflik secara permanen. Namun, harapan Biden itu ditanggapi secara skeptis oleh para pakar.
"Tanpa kesepakatan politik komprehensif yang melibatkan Iran, gencatan senjata berisiko menjadi tindakan sementara," kata Imad Salamey, seorang profesor ilmu politik di Universitas Amerika Lebanon, kepada Al Jazeera.
"Bahkan dalam situasi seperti ini, gencatan senjata kemungkinan akan menghasilkan perdamaian relatif selama beberapa tahun," tambahnya.
Meski begitu, gencatan senjata ini, untuk sementara waktu, membuat warga Lebanon dan Israel yang terpaksa mengungsi karena perang dapat kembali ke rumah mereka. Ini mungkin akan lebih sulit bagi penduduk di selatan Lebanon karena dampak perang yang telah meluluhlantakkan daerah tersebut.