BPK Diminta Hitung Ulang Kerugian Negara Rp300 Triliun di Kasus Timah
JAKARTA - Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi timah disebut mencapai Rp300 triliun. Namun, angka kerugian yang dinilai fantastis itu menuai sorotan berbagai pihak.
Di mana, nilai kerugian itu sempat menghebohkan setelah laporan hasil penghitungan dilakukan Bambang Hero Saharjo, seorang dosen IPB. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun diminta menghitung ulang lantaran metode penghitungan yang digunakan dianggap tidak transparan dan kurang tepat.
Kritik juga disampaikan Ilham Wijaya, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo untuk periode 2025–2026. Persoalan utama yang menuai kritiknya, yakni pada cara perhitungan yang dianggap terlalu simplistik dan kurang mendalam.
Ia menilai, kurang rincian dalam perhitungan kerugian akibat hilangnya timah dalam jumlah sebesar itu. Apalagi, kemudian kerugian Rp300 triliun ini dipublikasikan pihak berwenang setelah perhitungan dilakukan Bambang Hero.
"Angka Rp300 triliun ini terasa sangat mengada-ada tanpa adanya data yang jelas dan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan, di awal APH (aparat penegak hukum) merilis bahwa total kerugian negara di angka Rp271 triliun, namun dalam hitungan Bambang Hero Saharjo menunjukan angka Rp300 triliun," ujar Ilham dalam keterangannya dikutip, Selasa (7/1/2025).
"Kami mendesak BPK untuk menghitung ulang kerugian masalah ini dan mendesak Komisi 3 DPR RI memerintahkannya. Agar perhitungannya kredibel dan akurat," imbuhnya.
Tanpa adanya audit yang jelas dan penelusuran ke setiap lapisan distribusi timah, tidak bisa begitu saja menerima angka yang begitu besar. "Ini hanya akan mengarah pada ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum," katanya.
Pihaknya juga menduga perhitungan tersebut tidak mempertimbangkan faktor lain yang dapat berkontribusi pada kerugian, seperti perubahan harga timah di pasar global atau kebijakan yang kurang efisien. Sehingga, tak heran jika banyak yang meminta pemerintah melakukan audit forensik menyeluruh terhadap setiap tahapan rantai pasokan timah, mulai dari proses eksplorasi hingga distribusinya.
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang akar masalahnya. Menurut Ilham, jika perhitungan ini tidak segera diperbaiki, hal tersebut sudah termasuk kejahatan intelektual.
Bambang Hero, menurutnya juga harus diminta pertanggung jawaban. Pemerintah juga diminta untuk mengoreksi pernyataan yang disampaikan kepada publik untuk memastikan setiap data yang dipublikasikan didasarkan pada metodologi yang sah, akurat, dan bisa dipertanggungjawabkan. Jika tidak dilakukan dapat merusak persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum.
"Ini kan sudah jelas kesalahan, maka kami minta kepada Komisi 3 untuk memerintahkan BPK menghitung ulang. Kalau tidak berarti hal tersebut disengaja dan ini adalah kejahatan di bidang intelektual harus ada pertanggungjawaban hukumnya,” katanya.