Tarik Investor, Cara RI Turunkan Harga Obat
JAKARTA - Pemerintah berupaya menurunkan harga obat yang terbilang cukup mahal dibandingkan negara tetangga, Malaysia.
Mahalnya harga obat di Indonesia pernah diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
1. Penyebab Harga Obat Mahal
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, harga obat di Indonesia sangat mahal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Menurutnya perbedaan harga obat mencapai 1,5 hingga 5 kali lipat lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan harga di Malaysia. Hal ini menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Adapun pajak bukan isu utama dari pemicu tingginya harga obat di Indonesia.
"Tapi biaya marketing dan distribusi yang mahal. Untuk mengatasinya, pemerintah akan membuat sistem yang lebih baik guna mengatasi persoalan ini," ucap Menkes, dikutip dari laman Kemenkes.
2. Upaya Menurunkan Harga Obat
Apakah AI Memiliki IQ? Ini Penjelasannya
Salah satu cara menurunkan harga obat yaitu dengan persiapan Indonesia untuk bergabung salah satu otoritas terdaftar di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan memperoleh level pengakuan sebagai otoritas regulator obat dan makanan kelas dunia melalui status WHO Listed Authority (WLA).
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar berkunjung ke laboratorium uji klinis Equilab. Hal itu dilakukan untuk mengecek kesiapan kapasitas uji klinis, terkait rencana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan datang pada Februari 2025, guna mengecek kesiapan Indonesia untuk bergabung salah satu otoritas terdaftarnya.
"Tapi untuk memastikan apa yang kita laporkan, apa adanya, mereka akan datang ke Indonesia bersama timnya," katanya, Jumat (24/1/2025).
Dari 9 item, salah satu item yang diminta yakni good regulator, good manufacturing practice,
termasuk good clinical practice.
Terdapat 9 fungsi yang menjadi area penilaian dalam WLA, yakni regulatory system (RS)/sistem
regulatori, registration and marketing authorization (MA)/registrasi dan izin edar, vigilance (VL)/farmakovigilans, market surveillance and control (MC)/surveilans dan pengawasan di peredaran, licensing establishment (LI)/pemberian izin, regulatory inspection (RI)/inspeksi
regulatori, laboratory testing (LT)/pengujian di laboratorium, clinical trial oversight (CT)/pengawasan pelaksanaan uji klinik, dan lot release (vaccines) (LR)/pelulusan bets atau lot.
3. Laboratorium Uji Klinis
Taruna mengatakan, laboratorium uji klinis Equilab sejauh ini memiliki reputasi yang sangat baik. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di Asia Tenggara.
Dia menjelaskan, kemampuan melakukan uji klinis adalah salah satu yang menjadi bahan pertimbangan organisasi internasional itu, selain praktik kebijakan serta produksi obat-obatan yang baik.
Saat ini, katanya, Indonesia baru mencapai maturitas level 3 dari WHO NRA Benchmarking dan Indonesia ingin naik jadi tingkat maturitas 4 atau 5.
"Bulan depan untuk menggapai posisi itu, kita akan dikunjungi langsung dari tim, dari WHO ke Indonesia, ke Jakarta. Kan ini sudah beberapa bulan, hampir 5-6 bulan sudah tiap saat melakukan asesmen lewat online," kata Taruna.
Pihaknya berkunjung ke sejumlah laboratorium uji klinis, salah satunya milik Equilab guna mengecek kesiapan kapasitas uji klinis, misalnya untuk uji kosmetik.
"Berdasarkan pengamatan, lab ini sesuai dengan standar BPOM," katanya.
4. Tarik Investor Asing
Taruna menilai, selain untuk meraih status WLA, uji klinis adalah salah satu komponen penting dalam menarik investasi. Dengan uji klinis yang baik, investor akan tertarik pada Indonesia, dan mempercayakan produksinya.
Berbagai regulasi dibuat untuk kemudahan berinvestasi, namun BPOM tetap mengikat perusahaan dengan ketentuan transfer teknologi setelah lima tahun di Indonesia.
"Yang kedua dengan cara seperti ini juga bisa menurunkan harga obat," katanya.
Kemudian, kata Taruna, uji klinis yang bagus dapat meningkatkan potensi obat-obatan herbal Indonesia menjadi produk obat herbal terstandar.
Saat ini ada lebih dari 17 ribu obat asli Indonesia, namun yang diuji secara klinis baru 97, dan yang menjadi obat 21.
Direktur Utama Equilab International Ronal Simanjuntak mengatakan, pihaknya mendukung BPOM dalam meraih status WHO, seperti dengan cara menghasilkan produk-produk yang bermutu, pengujian vaksin.
Dia menyampaikan bahwa Equilab memiliki kapabilitas sebagai Laboratorium
independen dalam uji obat, kosmetik, dan pangan.
Sebagai satu-satunya perusahaan yang sudah terakreditasi WHO dan UK-MHRA di Asia Tenggara untuk laboratorium pengujian, Equilab International melengkapi laboratoriumnya melalui uji farmakokinetik dan farmakodinamik untuk banyak molekul obat.
“Hingga saat ini, laporan hasil penelitian dan pengujian dari Equilab International sudah diterima di 40 negara dunia di antaranya Inggris, Jerman, Belanda, Spanyol, Hungaria, Afrika Selatan, Malaysia dan Singapura,” jelas Ronal.