Transformasi Digital Pos Indonesia dan Pelindo Jadi Kunci Efisiensi Logistik Nasional

Transformasi Digital Pos Indonesia dan Pelindo Jadi Kunci Efisiensi Logistik Nasional

Ekonomi | tangsel.inews.id | Rabu, 2 Oktober 2024 - 23:20
share

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Semakin gencarnya pembangunan infrastruktur yang  dilakukan pemerintah dalam 10 tahun terakhir telah memberikan dampak positif pada konektivitas berbagai daerah. Salah satunya biaya logistik di Indonesia merupakan  komponen yang berpengaruh terhadap daya saing ekonomi nasional. Tren ini ditandai dengan adanya penurunan biaya logistik nasional setiap tahun di Indonesia.

Berdasarkan data terbaru yang diperoleh dari Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa biaya logistik nasional pada tahun 2023 tercatat sekitar 14,29 dari PDB. Pemerintah menargetkan menurunkan biaya ini menjadi 12 pada 2029 melalui peningkatan infrastruktur, terutama pelabuhan, serta penggunaan transportasi multimoda untuk meningkatkan efisiensi logistik, khususnya di kawasan timur Indonesia.

Salah satu cara yang terus gencar dilakukan adalah transformasi BUMN di bidang logistik. Dalam acara media briefing dengan tema 'Smart Supply Chain: Digitalisasi Sistem Logistik Indonesia' di Sarinah, Jakarta, Rabu (2/10/2024), Hariadi, Direktur Operasi dan Digital Services PT Pos Indonesia (Persero) menjelaskan, proses transformasi dan digitalisasi seluruh kantor pos telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, dan terus mampu meningkatkan profit perusahaan. PT Pos Indonesia, yang bertransformasi menjadi Pos Indonesia Integrated National Distribution (PosIND), mencetak laba bersih, sekaligus rekor baru laba bersih tertinggi perusahaan, sebesar Rp728 miliar sepanjang 2023, meningkat 28 persen dibanding 2022 yang mencapai Rp650 miliar.

"Seluruh kantor kami sudah internet based, digital, sudah paperless, aplikasi sistem kami serba digital yang bisa dipantau secara real time," kata Hariadi.

PosIND memiliki 4.800 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan 100 ribu lebih agen kurir logistik. PosIND juga merupakan bagian dari Universal Postal Union yang beranggotakan lebih dari 100 negara.

 

Hariadi mengungkap, salah satu yang menjadi aplikasi unggulan yang melayani pelanggan tanpa harus mendatangi kantor pos adalah pospay. Semua layanan di kantor pos, ada dalam aplikasi tersebut. Mengirim barang misalnya, pelanggan cukup memesan lewat aplikasi agar barang dijemput oleh kurir untuk diantar ke tujuan.

"Contoh lainnya untuk mengirim uang, dulu pakai wesel, kini cukup pakai pospay dan uangnya bisa ditarik di bank-bank yang bekerja sama dengan kami," ujarnya.

Melalui pospay, Hariadi mengatakan, PosIND ingin mengembangkan ekosistem dengan berbagai layanan. Termasuk di bidang jasa keuangan. "Semua layanan yang ada di loket, dapat ditemukan di aplikasi," ujarnya.

Labih jauh, Hariadi menambahkan, saat ini, PosIND masih memiliki tugas untuk mensinergikan BUMN di bidang logistik yang jumlahnya mencapai 37 perusahaan.

Efisiensi biaya juga dibahas oleh Mona Yudika, Group Head Transformasi Korporasi Manajemen Program PT. Pelabuhan Indonesia (Persero). PT Pelindo merupakan penggabungan dari empat entitas yang berbeda, Pelindo I hingga Pelindo IV. Sejak 1 Oktober 2021, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) menjadi  satu-satunya BUMN Layanan Kepelabuhanan di Indonesia dengan wilayah operasi mencakup seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

 

Setelah penggabungan, kinerja keuangan Pelindo semakin solid selama tiga tahun terakhir. Laba bersih tahun 2023 mencapai Rp4,01 triliun, meningkat 3 dibandingkan tahun 2022. Selain itu, aset Pelindo juga tercatat naik hingga 6 menjadi Rp 123,2  triliun pada semester I 2024. Mengutip laporan tahunan Pelindo, aset perusahan ini sebesar Rp116,2 triliun pada 2021. Kemudian, pada 2023, naik menjadi Rp118,3 triliun dan menjadi Rp123,2 triliun per semester I-2024.

"Skala operasional Pelindo meningkat dengan adanya penggabungan itu. Kompleksitasnya juga meningkat terutama saat menstandardisasikan menjadi single operating system," kata Mona.

Dalam proses digitalisasi layanan logistik, Pelindo melakukannya secara bertahap, mulai dari basic improvement, standardisasi, sistemisasi dan integrasi. Mona mengungkapkan, bahwa digitalisasi bukan hanya sekedar menginstal sistem namun dimulai dari membangun mindset termasuk transformasi proses dan people. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan lamanya waktu sandar kapal di pelabuhan (port stay).
Mona menambahkan, Pelindo kini telah berevolusi dari port operator menjadi end-to-end service provider dan ecosystem integrator yang dibagi dalam layanan petikemas dan non petikemas, marine services, layanan pendukung pelabuhan, layanan logistik, dan hinterland development.

Bagi Pelindo, transformasi termasuk digitalisasi sistem yang telah dilakukan berdampak pada efisiensi biaya operasional, potensi penambahan trafik, dan peningkatan kompetensi dan knowledge.

"Dengan penurunan port stay, bagi konsumen mereka menghemat biaya operasional dan biaya sewa kapal. Sedangkan untuk ekosistem maritim, transformasi operasional berkontribusi terhadap penurunan biaya logistik dan mendukung konektivitas," kata Mona.

 

Dalam proses digitalisasi yang dilakukan Pelindo, Mona mengatakan, seluruh aplikasi dikembangkan secara in house oleh Pelindo Digital Solution Provider (ILCS). Seperti Inaportnet dan Phinnisi pada pelayanan sisi laut, PTOS-M: Sistem Operasi Terminal Non Petikemas, TOS Nusantara: Sistem Operasi Petikemas.

"Digitalisasi tidak hanya teknologi, namun dibutuhkan kapabilitas yang memadai dan melibatkan seluruh ekosistem untuk dapat menjadi sebuah digital ecosystem," kata Mona.

Piter Abdullah, ekonom yang juga Direktur Eksekutif Segara Research Institute mengapresiasi berbagai transformasi yang sudah dilakukan oleh BUMN logistik dalam meningkatkan layanan. Namun hal ini perlu untuk ditingkatkan. 

Piter menyoroti masih banyak pelaku di bidang logistik yang gagap dalam melakukan transformasi. Di sisi lain, rantai suplai harus diperbaiki dengan menyeimbangkan perdagangan antarpulau di Indonesia.

"Persoalan logistik sangat bergantung pada infrastruktur, konektivitas, dan supply-demand. Mengirim barang dari Jawa ke luar Jawa murah, tapi sebaliknya jadi mahal karena kosong atau sedikit barang yang dikirim," ujarnya. Tol laut misalnya, dampaknya terhadap sistem logistik kita belum terasa. Kenapa, karena balance supply-demand itu tidak terjadi," pungkasnya

 

Topik Menarik