Kerapuhan Etika dalam Bernegara Dinilai Bisa Berdampak pada Perilaku Korupsi

Kerapuhan Etika dalam Bernegara Dinilai Bisa Berdampak pada Perilaku Korupsi

Terkini | okezone | Selasa, 3 September 2024 - 10:04
share

MALANG - Guru Besar Sosiologi Agama dari Universitas Muhammadiyah Malang, Syamsul Arifin, menyatakan bahwa kerapuhan etika dalam bernegara di kalangan penyelenggara negara sebagian besar disebabkan oleh proses kaderisasi pemimpin yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurutnya, banyak pemimpin yang tiba-tiba muncul tanpa melalui proses pembinaan yang alami.

"Pemimpin yang sebenarnya diproyeksikan untuk mengambil alih peran dan menjaga, dan mengatur dengan kemampuannya. Akan tetapi, saat ini faktanya banyak orang yang datang secara tiba-tiba dengan adanya rekayasa dan kemudian diusulkan menjadi pemimpin, ungkap Syamsul dalam keterangannya.

Pernyataan ini disampaikan Syamsul dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan," yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, pada Senin, 2 September 2024.

Syamsul menambahkan bahwa fenomena ini menunjukkan pengaruh kekuasaan terhadap etika. Ia juga merujuk pada pernyataan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat terdahulu, yang menyatakan bahwa karakter sejati seseorang dapat terlihat saat mereka diberi kekuasaan.

"Kekuasaan memiliki sifat yang adiktif dan dapat berpotensi merusak," lanjutnya.

Di sisi lain, Yayah Khisbiyah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Budaya dan Perubahan Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengungkapkan bahwa kerapuhan etika ini juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat empati di masyarakat. Penemuan ini didasarkan pada penelitian antara tahun 2007 hingga 2017.

Penelitian tersebut melibatkan empat negara, yakni Malaysia, Jerman, Israel, dan Indonesia, dengan partisipasi anak-anak usia Taman Kanak-Kanak (TK). Hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi bawah dalam hal empati, bahkan tertinggal dari Malaysia.

Rendahnya empati ini berkaitan dengan korupsi terjadi di semua lini di Indonesia, ujarnya.

Yayah juga menambahkan bahwa rendahnya empati dan tingginya kasus korupsi terkait dengan teori psikologi yang disebut "triad", yang mencakup tiga sifat negatif: narsisme, perilaku manipulatif, dan psikopati, yang semuanya berhubungan dengan lemahnya empati.

Untuk mengatasi masalah etika ini, Yayah bersama BPIP mengembangkan model pembelajaran Pancasila yang lebih praktis untuk diterapkan di perguruan tinggi.

"Pendidikan Pancasila pada era sekarang harus dilakukan oleh dengan pendekatan yang mudah diakses dan tidak membosankan khususnya berfokus pada revolusi mental. Perguruan tinggi banyak yang berminat dengan pendekatan ini," pungkasnya.

Topik Menarik