Menelusuri Silsilah dan Warisan KH. Anwar Nur dalam Pendidikan Islam

Menelusuri Silsilah dan Warisan KH. Anwar Nur dalam Pendidikan Islam

Terkini | batu.inews.id | Rabu, 2 Oktober 2024 - 18:40
share

MALANG, iNewsBatu.id - KH. Anwar Nur, seorang kiai kharismatik yang lahir di Blok Plampang, Dusun Mantong, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo pada tahun 1901, dikenal sebagai sosok yang penuh pengabdian. Dedikasi beliau terhadap agama dan masyarakat masih sangat dirasakan hingga saat ini.

KH. Anwar Nur wafat pada tahun 1992 dan dimakamkan di Komplek Pesantren Annur Bululawang, Kabupaten Malang, sebuah pesantren yang beliau dirikan sebagai bagian dari perjuangannya dalam membangun pendidikan Islam.

Sejak kecil, KH. Anwar Nur telah merasakan didikan dari berbagai pesantren terkenal di Jawa Timur, seperti Pesantren Siwalan Panji di Sidoarjo dan Pesantren Sidogiri di Pasuruan. 

Proses belajar yang berpindah-pindah inilah yang semakin memperdalam pengetahuan agama beliau serta membentuk kepribadian yang rendah hati namun penuh wibawa.

Pendiri Pesantren Annur Bululawang


Gapura Pondok Pesantren Annur 2 Al Murtadlo. (Foto: Annur 2/iNews Batu)
 
Salah satu peran penting KH. Anwar adalah sebagai pendiri Pesantren Annur Bululawang pada tahun 1942. Pesantren ini didirikan di atas tanah yang diwakafkan oleh masyarakat setempat dengan tujuan menyebarkan ilmu agama Islam.

Awalnya, pesantren ini hanya mendidik santri putra, tetapi pada tahun 1960, Pesantren Annur mulai menerima santri putri, berkat bantuan dari keluarganya.

Pesantren ini terus berkembang dan kini menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam yang besar di Kabupaten Malang.


Ponpes Annur 3. (Foto: Dok. Annur)

Selain Pesantren Annur, KH. Anwar Nur juga mendirikan lembaga pendidikan formal melalui Yayasan Pondok Pesantren An-Nur, yang mencakup Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, SMP, dan SMU An Nur.

Pada tahun 1973, Pemerintah Daerah Kabupaten Malang bahkan menetapkan Pesantren Annur sebagai pondok pesantren percontohan, sebuah pengakuan akan visi besar KH. Anwar dalam memajukan pendidikan umat Islam di Indonesia.

Silsilah KH. Anwar Nur

Secara silsilah, KH. Anwar Nur merupakan keturunan dari Sunan Giri dari jalur ayah dan ibunya. Dari pihak ayahnya, yaitu KH. Nur (Probolinggo) putra KH Mas Daim, yang merupakan putra dari Buyut Plampang, putra Kyai Abu Tholib (Bujuk Randu).

Silsilah tersebut berlanjut ke Bujuk Abdur Rahman, putra Abdullah bin Bujuk Alawi, yang merupakan putra Kyai Abdur Rohim, lebih dikenal sebagai Bujuk Aji Toket dari Madura. 

Kyai Abdur Rohim atau Bujuk Toket adalah putra Bujuk Abdullah, yang dikenal sebagai Panembahan Kidul, dan merupakan cucu dari Maulana Ainul Yakin atau Sunan Giri.

Garis keturunan ini memberikan KH. Anwar Nur dasar spiritual yang kuat dalam pengabdiannya di dunia pendidikan Islam.

Pendirian dan Perjuangan


KH Anwar Nur dan Nyai Marwiyah. (Foto: Dok. Annur/iNews Batu)

Di samping perannya sebagai pendidik, KH. Anwar Nur dikenal sebagai ahli mujahadah dan pemerhati ilmu. Beliau sering menjadi tempat rujukan bagi para santri dan masyarakat yang memerlukan bimbingan spiritual.

Dalam masa-masa sulit, seperti pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965, KH. Anwar menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang membutuhkan.

Salah satu kisah menarik yang pernah disampaikan oleh Almarhum KH. Ahmad Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU, menggambarkan pengaruh KH. Anwar Nur dalam hidupnya.

Saat Hasyim masih muda, KH. Anwar Nur mengajak beliau ke daerah persawahan di Blimbing (sekarang Jalan Cengger Ayam) dan mengatakan bahwa di tempat itu kelak Hasyim akan mendirikan pesantren.

Beberapa tahun kemudian, ramalan itu menjadi kenyataan dengan berdirinya Pondok Mahasiswa Al-Hikam yang diasuh oleh KH. Hasyim Muzadi.

Warisan yang Ditinggalkan


Pondok Pesantren Annur. (Foto: Dok. Annur)

KH. Anwar meninggalkan warisan yang sangat berharga berupa ilmu, lembaga pendidikan, dan teladan hidup. Beliau memiliki tujuh putra-putri dari pernikahannya dengan Marwiyah binti Hasan, putri seorang dermawan kaya dari Kampung Haji, Desa Bululawang, Kabupaten Malang.

Kampung Haji adalah sebutan untuk Jalan Diponegoro IV yang sejak dahulu dihuni oleh keturunan Bani Singo Yudho, pembabat alas dan lurah Desa Bululawang. Disebut Kampung Haji karena mayoritas warganya telah melaksanakan ibadah haji.

Istri KH Anwar Nur, Nyai Marwiyah binti H. Hasan, merupakan keturunan dari Singo Yudho. Singo Yudho merupakan julukan bagi Abdurrahman, yang konon merupakan salah satu prajurit Pangeran Diponegoro yang hijrah ke arah timur.

Semua putra-putri KH. Anwar Nur mendirikan pesantren di berbagai daerah, termasuk Pesantren Annur 1, Annur 2 Al Murtadlo, dan Annur 3 Murah Banyu di Malang, serta pesantren di Pasuruan dan Lumajang.


Ponpes Annur 1. (Foto: Dok. Annur)

Nama KH. Anwar Nur tetap harum di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan Pesantren Annur Bululawang, yang terus berkembang hingga hari ini.

Sebagai seorang ulama, KH. Anwar Nur selalu mengedepankan kesederhanaan dan pengabdian. Hingga akhir hayatnya, beliau terus berdzikir dan membaca Al-Qur'an, menjadi teladan yang luar biasa bagi para santri dan masyarakat.

Kontribusi beliau terhadap masyarakat sangat besar, dan peninggalannya masih terasa, terutama dalam dunia pendidikan Islam.

Peran Sang Kakak

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keluarga, sosok yang paling berperan dalam pendidikan KH. Anwar Nur di beberapa pesantren adalah Kyai Bahrab.

Kyai Bahrab, yang merupakan sepupu KH. Anwar Nur dan merupakan suami dari kakak kandungnya, Nyai Mastiyam, yang selalu menjenguk serta memenuhi kebutuhan KH. Anwar Nur saat menuntut ilmu di beberapa pesantren.

Kyai Bahrab dan Nyai Mastiyam sendiri memiliki keturunan yang mendirikan Pondok Pesantren Annur di Blok Plampang, Dusun Mantong, Kelurahan Sumber Taman, atas permintaan KH. Anwar Nur.

Kyai Mahfudz Sahal, yang merupakan cucu keponakan KH. Anwar Nur dan sempat tinggal serta mendampingi beliau selama tujuh tahun di Bululawang, membenarkan jika berdirinya Ponpes Annur Sumber Taman atas perintah langsung dari KH. Anwar Nur.

Suatu ketika, saat KH. Anwar Nur mengunjungi keponakannya, Ny. Hj. Qamaria, ibu dari Kyai Mahfudz, menanyakan di mana Kyai Mahfudz berada. Nyai Kama, panggilan akrab Ny. Hj. Qamaria, menjawab jika Kyai Mahfudz tinggal di rumah istrinya di Banyuanyar Lor dan mendirikan Madrasah Diniyah di sana.

Sontak saja, KH. Anwar Nur mengajak Nyai Kama ke rumah Kyai Mahfudz di Banyuanyar Lor untuk menjemputnya pulang ke Sumber Taman. Dalam perjalanan pulang di dalam mobil, KH. Anwar Nur meminta Kyai Mahfudz untuk mendirikan pesantren dan menamainya Annur.

Kyai Mahfudz merasa bingung karena sudah terlanjur mendirikan lembaga pendidikan Diniyah di Banyuanyar Lor, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo.

Meskipun tidak bisa menolak, Kyai Mahfudz akhirnya mengiyakan permintaan KH. Anwar Nur, yang juga didukung oleh ibunya, Nyai Hj. Qamaria.

Dua pesan KH. Anwar Nur yang selalu diingat oleh Kyai Mahfudz Sahal dan hingga kini ia terapkan dalam kehidupan sehari-harinya adalah: rumah tidak boleh lebih bagus dari pesantren; dan kedua, jangan pernah merasa menjadi kyai, karena jika demikian, tetangga tidak akan mau mendekat.

“Le, nek kowe gawe pondok, omahmu ojo luwih apik karo pondokmu, isin karo sing nduwur. Nek kowe dadi Kyai, nek karo tonggomu ojo rumongso dadi Kyai, tonggomu gak kiro nyedek, isin karo awakmu,” kata Kyai Mahfudz menceritakan dawuh KH. Anwar Nur saat perjalanan ke Sumber Taman.

Dari situ, Kyai Mahfudz mulai merintis pesantren Annur, yang sebelumnya sudah ada lembaga pendidikan Diniyah yang dikembangkan oleh KH. Hasibuddin, ayah Kyai Mahfudz.

Berkat jaringan yang luas dan pengalaman Kyai Mahfudz, pengembangan Pondok Pesantren Annur Sumber Taman berjalan dengan relatif lancar. Ponpes Annur kini memiliki berbagai unit pendidikan, seperti PAUD, TK, MI, MTs, Madrasah Aliyah, SMK, dan Tahfidzul Quran.

Topik Menarik