Kasus Pemerasan DWP, Praktisi Hukum Henry Indraguna: Berani Ambil Sikap Tanpa Tunggu Laporan
JAKARTA, iNews Depok.id - Peristiwa pemerasan oleh puluhan oknum polisi dari berbagai tingkatan, bagi penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, beberapa pekan lalu, akhirnya membuat Divisi Propam Polri mengambil tindakan tegas.
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) melalui sidang etik telah melakukan pemecatan dengan tidak hormat (PTDH) hingga sanksi mutasi sudah dilakukan.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan pelaksanaan sidang etik terhadap ketiga terduga pelanggar berinisial D, Y, dan M dilakukan secara terpisah dengan tiga Majelis Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) yang berbeda.
Trunoyudo mengatakan sidang yang digelar oleh Divisi Propam Polri tersebut berlangsung selama lebih dari 12 jam, hingga Rabu (1/1/2025) dini hari.
Hasilnya, dua terduga pelanggar yang berinisial D dan Y telah dijatuhi sanksi PTDH oleh Majelis KKEP.
Sedangkan untuk satu (M) terduga pelanggar, pelaksanaan sidang etik masih terus berjalan dan akan kembali dilanjutkan, pada hari ini Kamis (2/1/2025).
Ada Video Pengakuan Suratmi dan Sugianto, ini Fakta Baru Dalam Persidangan Dugaan Penggelapan Pajero
Sanksi ini kemungkinan akan bertambah, jika pemeriksaan sudah selesai dan ditemukan unsur pidana.
Pakar hukum Prof Dr Henry Indraguna, menyebutkan bahwa Kapolri melalui personelnya sudah bertindak cukup cepat dan tegas. Tindakan diambil, tanpa ada laporan dari mereka yang dirugikan.
"Ini bentuk paradigma baru, Polri berani bersikap menindak internal tanpa menunggu laporan. Ini adalah bagian dari perbaikan itu. Dan sudah sesuai dengan semangat Polri Presisi yang diusung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yakni konsep kepolisian yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dengan fokus kepada penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel. Selain juga menekankan pentingnya membangun kemitraan yang baik dengan masyarakat," ujar Prof Henry Indraguna saat dihubungi, Kamis (2/1/2025).
Prof Henry mengungkapkan banyaknya perwira Polri yang dimutasi karena telah melanggar sumpah Tri Brata menunjukkan keseriusan Pimpinan Polri, tidak mentolerir tindakan aparat yang merugikan kepentingan masyarakat.
"Ada semacam aturan bahwa siapapun anak buahnya yang bersalah, dua tingkat di atasnya akan ikut bertanggungjawab," ungkapnya.
Prof Henry meminta masyarakat tak langsung menggeneralisasi bahwa perilaku oknum tersebut menjadi perilaku institusional kepolisian.
Ini karena polisi yang baik pun dan sangat baik masih banyak bekerja, memberikan pelayanan melindungi dan mengayomi.
"Salah satu buktinya, mereka (Polri) masih mau memeriksa dan tak melindungi sejawatnya dan tindakan yang melanggar hukum," tuturnya.
Tindakan mutasi dan pencopotan jabatan itu, kata Prof Henry adalah hal yang proporsional.
"Saya percaya Polri akan bersikap profesional. Apalagi kasus ini cukup mendapat sorotan publik, tak mungkin berani bertindak melindungi anggota yang benar-benar bersalah," ucapnya.
Henry kemudian menyebutkan sebuah pepatah kuno yang menyebabkan bahwa seburuk-buruknya polisi, masih jauh lebih bagus daripada tak ada polisi.
"Polisi yang buruk tetap berguna, dibandingkan jika tak ada polisi sama sekali. Prof Mahfud MD juga pernah mengatakan ini," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.