Mengapa Prabowo Pilih Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menhan? Ini Kisah 2 Sahabat Sejak Taruna

Mengapa Prabowo Pilih Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menhan? Ini Kisah 2 Sahabat Sejak Taruna

Terkini | inews | Senin, 21 Oktober 2024 - 17:58
share

JAKARTA, iNews.id - Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dalam Kabinet Merah Putih era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Sjafrie mengisi posisi yang sebelumnya diisi Prabowo.

Penunjukan Sjafrie bukan hal mengejutkan. Jenderal Kopassus asal Makassar, Sulawesi Selatan ini sebelumnya telah santer disebut bakal menjadi orang nomor satu di Kementerian Pertahanan (Kemhan). Bukan hanya karena orang dekat Prabowo, Sjafrie juga sebelumnya pernah menjabat sekjen Kemhan dan wamenhan.

Penunjukan Sjafrie bersamaan dengan pengumuman Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10/2024) malam. Turut hadir Wapres Gibran dan Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

“Sebelas, Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pertahanan,” kata Prabowo saat pengumuman kabinet. 

Sjafrie yang hadir dengan batik cokelat lengan panjang dan celana hitam lantas berjalan menuju barisan menteri yang telah dipanggil, kemudian memberi hormat.

Profil dan Biodata Sjafrie Sjamsoeddin

Sjafrie lahir di Makassar, 30 Oktober 1952. Lulus SMA, dia memilih Lembah Tidar, Magelang, sebagai pelabuhan pendidikan selanjutnya. 

Keinginan berkarier di militer itu mengikuti jejak sang ayah, Letkol (Purn) Sjamsoeddin Koernia. Pendidikan berat di Akademi Militer pun dituntaskannya pada 1974.

Selain Prabowo, rekan angkatannya antara lain Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo (KSAD 2007-2009), Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu (Menhan 2014-2019), dan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin (politikus PDIP).

Sjafrie yang berasal dari kecabangan infanteri itu ditempa Korps Komado Pasukan Khusus alias Kopassus. Awal-awal kariernya banyak berkutat di pasukan elite Baret Merah tersebut. 

Pria tinggi tegap ini antara lain bertugas sebagai Danton Grup 1 Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, kini Kopasssus), Komandan Nanggala X Timor-Timur (1976), Komandan Nanggala XXI Aceh (1987), Komandan Tim Maleo Irian Jaya (1987) hingga terlibat dalam Satgas Kopassus Timor Timur (1990).

Setelah itu penugasannya beralih sebagai pasukan perisai hidup presiden. Sjafrie ditarik sebagai komandan Grup A Paspampres. 

Semasa inilah terdapat pengalaman yang akan selalu ditulis dalam sejarah, yaitu ketika mengawal Presiden Soeharto ke Bosnia Herzegovina pada 1995.

Kala itu, Bosnia dilanda kecamuk perang. Kedatangan Pak Harto pun dianggap sebagai kunjungan nekat. Pendek kata, ibarat kontrak hidup mati. 

Asal tahu, dua hari sebelum kunjungan bersejarah itu, pesawat yang ditumpangi utusan khusus PBB, Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia.

Makin menegangkan karena Pak Harto enggan menggunakan rompi antipeluru dan helm baja sebagai pelindung ketika menuju Bosnia. Dalam pesawat buatan Rusia yang terbang dari Zagreb (Kroasia), sebagaimana ditulis dalam buku ‘Pak Harto: The Untold Stories’, pemimpin Orde Baru itu malah menyuruh Sjafrie untuk menenteng rompi antipelurunya. 

Sjafrie tentu saja harus mencari akal agar Pak Harto tetap selamat dalam kunjungan itu. Instingnya bergerak cepat.

Di tengah situasi amat mencekam tersebut, lulusan Seskoad 1989 tersebut meminjam jas dan peci hitam sama persis dengan yang dipakai Soeharto.

Taktik jitu ini sebagai penyamaran. Dengan kata lain, musuh bisa mengira bahwa Sjafrie sebagai Soeharto. Faktanya, kedatangan Soeharto ke negara yang sedang porak-poranda itu berakhir tanpa kurang suatu apa pun.

Dari Paspampres, kariernya melesat. Sjafrie berturut-turut menjabat Danrem 061/Surya Kencana (1995), Kasgartap-1 Ibu Kota (1996), hingga Kasdam Jaya (1996). Kariernya yang menonjol membuat dia digadang-gadang bakal melesat lagi.

Ternyata demikian adanya. Bintang dua diraihnya seiring promosi sebagai Pangdam Jaya pada September 1997.

Namun di titik ini kariernya diuji. Pada Mei 1998, huru-hara pecah di Jakarta. Aksi anarkistis merebak di mana-mana setelah rakyat marah dan menyuarakan reformasi. Ibu Kota membara.

Ketika kerusuhan meletus, Sjafrie ditunjuk sebagai panglima komando operasi (pangkoops). Kelak, beberapa bulan kemudian dia turut diperiksa Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk untuk mengusut tragedi itu.

Setelahnya karier Sjafrie agak melambat. Dia masuk kotak sebagai asisten teritori Kasum TNI, kemudian staf ahli polhukam Panglima TNI. 

Namun setelah itu perlahan sinarnya mulai terang kembali naik. Dia ditunjuk sebagai Kapuspen TNI pada 2002, dan akhirnya sekjen Dephan pada 2005 atau era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kesaksian Prabowo

Prabowo bersahabat dekat dengan Sjafrie semasa di Akmil. Keduanya pernah sama-sama di Paviliun 5, Lembah Tidar. Mereka juga bareng menjadi siswa kursus kecabangan infanteri, latihan para, komando, dan lainnya.

Saat berpangkat letnan dua, Prabowo dan Sjafrie bertugas di kompi yang sama di bawah pimpinan Letnan Satu Mujain. Untuk diketahui, Mujain seorang lulusan Secapa yang terjun bersama Beny Moerdani di Merauke dan mendapat Bintang Sakti.

Ketika berpangkat letnan, Prabowo dan Sjafrie berpisah. Walaupun sama-sama Grup 1 Parako, Sjafrie menjadi komandan kompi 111, sementara Prabowo komandan kompi 112. 

“Selanjutnya kita berkarier masing-masing. Beliau menjadi pengawal presiden, menjadi komandan grup di Paspampres, akhirnya juga menjadi komandan Batalyon di Grup 1, menjadi Wakil Asisten Operasi Kopassus, Komandan Korem,” kata Prabowo dalam bukunya ‘Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto.

Mantan Danjen Kopassus ini melihat Sjafrie bukan saja sebagai sahabat sesama lulusan Akmil 74. Lebih dari itu, Sjafrie memiliki sikap-sikap yang patut jadi teladan bagi para junior maupun lainnya. 

Dalam pandangannya, Sjafrie memiliki disiplin pribadi yang sangat tinggi, tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain, dan tidak pernah menghambat karya orang lain. Tak hanya itu, Sjafrie juga selalu memimpin dengan tenang, kalem dan prinsip ing ngarsa sung tulada.

“Beliau seorang yang bisa dikatakan taat dan teguh pada agamanya. Saya mengalami berapa tahun berada satu kamar sama beliau, melihat sendiri bagaimana tidak pernah lepas beliau satu kali pun dari sembahyang lima waktu dan puasa Senin Kamis. Beliau juga sangat teliti,” tutur Prabowo.

“Dalam operasi di Timor Timur, di Aceh dan di Papua, dia juga sangat sukses. Dia sangat dicintai oleh anak buahnya. Dia sangat tenang, sikapnya sangat pendiam. Menurut saya dia adalah salah satu jenderal terbaik dari generasi saya,” ucap mantan Pangkostrad ini.

Topik Menarik