Kisah Prabowo Ditegur Atasan karena Libatkan Mahasiswa ITB di Proyek Kopassus, Kenapa?

Kisah Prabowo Ditegur Atasan karena Libatkan Mahasiswa ITB di Proyek Kopassus, Kenapa?

Terkini | inews | Selasa, 22 Oktober 2024 - 07:30
share

JAKARTA, iNews.id – Presiden ke-8 RI Jenderal TNI (Hor) (Purn) Prabowo Subianto pernah ditegur atasannya ketika masih aktif berdinas di militer. Penyebabnya, dia menunjuk tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengerjakan proyek pangkalan Detasemen 81 Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Apa yang salah?

Kisah ini dibagikan Prabowo dalam buku biografinya bertajuk ‘Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto’. Pada Bab VI tentang kepemimpinan para senior, Prabowo menulis kenangan mengenai Letjen TNI (Purn) Hartono Rekso Dharsono.

Menurut Prabowo, HR Dharsono yang karib disapa Pak Ton merupakan sahabat ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, juga teman baik pamannya, Subianto Djojohadikusumo. Pak Ton pernah menjadi Atase Pertahanan di London. 

“Ia pun juga punya karier gemilang di TNI. Beliau besarnya di Kodam Siliwangi, pada saat itu Divisi Siliwangi,” kata Prabowo (halaman 69), dikutip Selasa (22/10/2024).

Mantan Danjen Kopassus ini menceritakan, ketika berlangsung operasi-operasi penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Dharsono menonjol sebagai komandan Batalyon. Pada saat G30S/PKI meletus, dia sudah menjabat sebagai kepala staf Kodam Siliwangi. 

HR Dharsono, lanjut Prabowo, akhirnya menggantikan Mayjen TNI Ibrahim Adjie sebagai Panglima Kodam Siliwangi pada 1966 sampai 1969. Pada waktu itulah tentara kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah tersebut benar-benar menampilkan wujud kemanunggalan TNI dengan rakyat.

“Beliau sangat populer dengan rakyat, dengan mahasiswa, dan dengan prajurit. Beliau sering memakai Baret Kujang. Beliau muncul sebagai idola, sebagai figur yang heroik. Beliau idola para anak muda Jawa Barat dan grass root anak muda Ibu Kota,” tutur Prabowo.

Musuh Soeharto

Karier HR Dharsono ibarat roller-coaster. Di masa awal Orde Baru, tentara yang dikenal tegas dan pemberani ini salah satu pendukung kuat Soeharto. Namun, mantan komandan Batalyon Siluman Merah itu belakangan menjadi garda terdepan kelompok penentang Soeharto.

Dharsono dicap sebagai bagian dari Petisi 50, sebuah dokumen yang memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya. Selain Dharsono, beberapa nama sentral di balik petisi yang dikeluarkan pada 5 Mei 1980 tersebut antara lain Letjen TNI (Purn) Kemal Idris, AM Fatwa, Letjen TNI KKO (Purn) Ali Sadikin, hingga Jenderal Pol (Purn) Hoegeng Imam Santoso.

Menurut Panglima TNI (Purn) Jenderal TNI M Jusuf, HR Dharsono sebagaimana Letjen TNI (Purn) M Jassin sesungguhnya tidak termasuk orang yang menandatangani Petisi 50. Namun kedekatannya dan juga suara-suara kritisnya terhadap Soeharto menjadikan dia termasuk musuh Orde Baru.

Buku ‘Pengadilan Ad Hoc Tanjung Priok, Pengungkapan Kebenaran untuk Rekonsiliasi Nasional’ menuliskan, Dharsono mulai diincar oleh pemerintah setelah ada laporan intelijen bahwa dia dan AM Fatwa merencanakan suatu gerakan di sebuah musala dekat rumah Fatwa pada 18 September 1984. Tapi menurut sumber lain, Pak Ton sudah tidak disenangi oleh Pak Harto sejak ucapan-ucapannya yang kritis.

“Dia secara mendadak diberhentikan sebagai Sekjen ASEAN meskipun tidak terlibat menandatangani Petisi 50, tetapi ia ikut menandatangani Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok,” kata AM Fatwa dalam buku tersebut.

Dharsono ditangkap setelah peristiwa Tanjung Priok pada 1984 dan diadili pada 1986. Tentara yang juga akrab disapa Bang Kalon itu dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi dalam banding menjadi 7 tahun penjara.

“Dia satu-satunya mantan perwira tinggi TNI yang diadili dan dihukum,” kata Jenderal Jusuf.

Prabowo Ditegur Atasan

Status Dharsono sebagai musuh Soeharto itu ternyata pernah berimbas pada Prabowo. Cerita terjadi kala Prabowo masih berpangkat kapten dan menjabat wakil komandan Detasemen 81 Kopassus.

Kala itu Detasemen 81 sedang membangun pangkalan. Sebagai wakil komandan, Prabowo bertanggung-jawab untuk mewujudkan proyek tersebut, sekaligus menentukan kontraktor atau subkontraktor yang akan menjadi pelaksana.

Prabowo menuturkan, saat itu anak-anak Bandung membuat perusahaan furnitur dan mendaftar sebagai subkontraktor interior dalam pangkalan tersebut. Alumnus Akademi Militer 1974 ini pun tidak ragu-ragu menunjuk perusahaan tersebut sebagai subkontraktor interior.

Rupanya penunjukan itu berbuntut kurang enak. Prabowo ditegur atasannya. Kenapa? 

“Bahwa di antara anak-anak dari ITB yang membuat perusahaan tersebut ada mantunya Pak HR Dharsono,” tulis Prabowo.
 
Mantan menteri pertahanan ini tak surut dengan teguran tersebut. Dia bersikukuh dengan prinsip: bila yang salah orang tua, tidak berarti anaknya harus juga ikut dipersalahkan. Apalagi, kata dia, kesalahannya adalah kesalahan politik. 

“Itu ajaran orang tua saya, dan itu saya pertahankan sampai sekarang,” kata ketua umum Partai Gerindra ini.

Prabowo mengingatkan, sering permusuhan politik diturunkan generasi demi generasi sehingga dendam politik bisa turun puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun. Terkait hal ini, mantan Pangkostrad tersebut belajar dari ajaran orang tua dan para senior terutama mengenai falsafah Jawa “mikul duwur, mendem jero.”

“Kesalahan orang tua kita, kita tanamkan dalam-dalam. Kebaikan orang tua kita, kita junjung tinggi-tinggi. Itu yang saya anut sampai sekarang,” ucap cucu pendiri Bank BNI, Raden Mas Margono Djojohadikusumo ini.

Topik Menarik