Putusan Perkara Mardani Maming Disebut Memperlihatkan Kekeliruan

Putusan Perkara Mardani Maming Disebut Memperlihatkan Kekeliruan

Berita Utama | okezone | Senin, 21 Oktober 2024 - 05:40
share

JAKARTA – Tiga orang profesor hukum meminta agar Mardani H maming segera dibebaskan demi hukum dan keadilan. Ketiga sosok tersebut adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof Dr Topo Santoso, mantan Rektor Universitas Diponegoro  Prof. Dr. Yos Johan Utama, serta Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita.

Untuk diketahui, Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, telah memvonis Mardani H. Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Mardani Maming juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.

Soal itu, Topo Santoso meminta agar Mardani H Maming segera dibebaskan karena adanya kekhilafan hakim. Akademisi yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor dan RUU KUHP Nasional itu, menyatakan ada beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani H Maming.

“Putusan pengadilan atas Mardani H Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,” katanya dalam keterangannya yang diterima, Senin (21/10/2024).

Apalagi, sambungnya, ada putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka. Putusan itu menyatakan tidak terdapat kesepakatan diam-diam, karena itu tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.

“Sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani H Maming harus dinyatakan bebas,” ujarnya.

 

Pekan lalu, dalam acara diskusi buku berjudul “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming” yang diadakan di Yogyakarta, beberapa pakar menguatkan pendapat itu.

Senada dengan itu, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegoro, Johan Utama, juga menyampaikan desakan yang sama. Profesor yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro periode 2019-2024, juga menyoroti kekhilafan dalam putusan pemidanaan tersebut. 

Ia menyatakan bahwa keputusan Mardani H. Maming selaku Bupati terkait pemindahan IUP dari aspek hukum administrasi adalah sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang merupakan pengadilan berwenang dalam ranah hukum administrasi.

“Pengadilan Tipikor, yang merupakan pengadilan pidana, tidak memiliki wewenang untuk menilai keabsahan keputusan administrasi tersebut. Oleh karena itu, tidak ada pelanggaran hukum administrasi yang bisa dijadikan dasar pidana, dan terdakwa tidak bisa dipidana. Selain itu, Pasal 93 ayat 1 UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba mengatur larangan kepada pemegang IUP sebagai pihak swasta, bukan kepada Bupati, sehingga Mardani H. Maming tidak dapat dipersalahkan," tutur Prof. Yos.

Pendapat yang sama juga dilontarkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani H. Maming. 

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum. "Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius," tegas Prof. Romli.
 

Topik Menarik