Panas! Tim Hukum Joppye - Ibrahim Resmi Gugat KPU, Seruan Keadilan untuk Masyarakat Asli Papua!

Panas! Tim Hukum Joppye - Ibrahim Resmi Gugat KPU, Seruan Keadilan untuk Masyarakat Asli Papua!

Terkini | sorongraya.inews.id | Jum'at, 4 Oktober 2024 - 20:00
share

 

 

SORONG, iNewsSorong.id – Tim Hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Joppye Onesimus Wayangkau – Ibrahim Wugaje, telah resmi mengajukan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Manado. Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 5/G/PILKADA/2024/PT.TUN.MDO pada 1 Oktober 2024.

Langkah hukum ini ditempuh oleh tim hukum setelah sebelumnya melakukan upaya administratif di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Barat Daya. Sidang pertama atas gugatan ini akan dimulai pada 7 Oktober 2024 dengan agenda pembacaan gugatan.

Dalam keterangan resmi tim hukum yang diterima Redaksi iNewsSorong.id, gugatan ini diajukan terkait keputusan KPU Papua Barat Daya Nomor 78 Tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya. Keputusan yang diambil pada 22 September 2024 tersebut dinilai melanggar ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terkait afirmasi bagi masyarakat asli Papua, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Advokat Yohanes Gerson Bonay, S.H., selaku ketua tim hukum, menegaskan bahwa KPU Papua Barat Daya telah mengabaikan kebijakan afirmatif yang memberikan kesempatan khusus bagi masyarakat asli Papua dalam pencalonan kepala daerah. "Keputusan KPU tidak memperhatikan pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRP-PBD), yang merupakan syarat penting bagi penetapan calon kepala daerah dari masyarakat asli Papua," jelas Bonay.

Tim hukum meminta agar PTUN Manado membatalkan keputusan KPU Papua Barat Daya tersebut dan memerintahkan KPU untuk menetapkan kembali pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tanpa melibatkan pasangan calon lain yang tidak mendapatkan persetujuan dari MRP-PBD.

Gugatan ini menyoroti tindakan KPU Papua Barat Daya yang dianggap melampaui kewenangannya, khususnya dalam kaitannya dengan penetapan calon yang tidak memenuhi syarat keaslian sebagai orang asli Papua. "Tindakan KPU ini bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua serta tugas dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilu," tambah Bonay.

Selain itu, tim hukum juga menyampaikan bahwa akibat dari keputusan KPU yang dianggap tidak netral, terjadi keresahan di tengah masyarakat Papua, bahkan menimbulkan aksi protes yang menyebabkan korban jiwa. "Ini bukan hanya masalah hukum, tapi sudah menjadi persoalan sosial yang serius bagi masyarakat asli Papua," lanjutnya.

Dalam tuntutannya, tim hukum meminta KPU Papua Barat Daya untuk bersikap netral dan bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Tim hukum juga menanggapi pernyataan KPU Papua Barat Daya yang mengklaim bahwa tahapan pemilihan sudah berjalan dan tidak ada pasangan calon yang dirugikan. "Pernyataan itu keliru. Justru keputusan KPU telah merugikan kepentingan orang asli Papua yang dilindungi undang-undang," pungkas Bonay.

Proses persidangan di PTUN Manado diperkirakan akan berlangsung selama 15 hari kerja, dengan putusan akhir diharapkan keluar pada pertengahan November 2024. Hasil persidangan ini akan memberikan kepastian hukum bagi pencalonan pasangan Joppye Onesimus Wayangkau – Ibrahim Wugaje sebagai calon dari masyarakat asli Papua.

Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRP PBD) telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap lima pasangan calon (paslon) yang akan bersaing dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya pada November 2024 mendatang. Namun, dari lima paslon tersebut, hanya empat paslon yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai Orang Asli Papua (OAP), sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Salah satu pasangan calon, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiuw, dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai OAP oleh MRP PBD. Meski demikian, Komisi Pemilihan Umum Papua Barat Daya (KPU PBD) tetap menetapkan lima pasangan calon, termasuk pasangan Abdul Faris Umlati - Petrus Kasihiuw, sebagai calon kepala daerah yang sah untuk bertarung dalam Pilkada.

Keputusan tersebut memicu reaksi yang beragam di kalangan masyarakat. Para pendukung Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiuw menggelar aksi demonstrasi untuk menentang keputusan MRP PBD. Mereka menilai keputusan tersebut cacat hukum dan meminta KPU PBD mengabaikan rekomendasi MRP PBD.

Di sisi lain, massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Orang Asli Papua (OAP) turut menggelar aksi damai, mendukung keputusan MRP PBD. Mereka menilai MRP PBD telah menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan amanat UU Otonomi Khusus Papua, yang mengatur keabsahan OAP dalam penyelenggaraan Pemilukada di tanah Papua.

Situasi ini menimbulkan perdebatan hukum dan sosial di Papua Barat Daya, khususnya terkait pelaksanaan UU Otsus Papua dalam konteks Pilkada. 

Perkembangan lebih lanjut mengenai proses penetapan calon dan reaksi masyarakat akan terus dipantau, mengingat pentingnya pelaksanaan UU Otonomi Khusus dalam menjaga keabsahan dan legitimasi penyelenggaraan Pilkada di Papua Barat Daya.

 

 

 

 


 

Topik Menarik