Kuasa Hukum Waskita Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Sengketa BUMN vs BUMD

Kuasa Hukum Waskita Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Sengketa BUMN vs BUMD

Terkini | muria.inews.id | Jum'at, 18 Oktober 2024 - 18:30
share

JAKARTA, iNewsMuria - Tim hukum dari Yunadi & Associates, yang dipimpin oleh Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M., MBA, resmi mengajukan laporan ke Komisi Yudisial (KY) terkait dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim dalam kasus sengketa antara PT Waskita Beton Precast Tbk (WBPP) dan Bank DKI. Langkah ini juga diikuti dengan laporan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dengan tuduhan bahwa majelis hakim yang menangani kasus tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik Hakim.

Fredrich Yunadi menegaskan bahwa pihaknya bertindak atas nama pemegang saham WBPP, yang terlibat dalam sengketa hukum dengan Bank DKI. Sengketa ini awalnya telah diselesaikan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta, dengan menghasilkan akta perdamaian Nomor 67. Namun, kasus tersebut kembali dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang dianggap tidak memiliki wewenang untuk menangani perkara yang sudah diputuskan di pengadilan niaga.

Menurut Yunadi, majelis hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Hakim Chitta Cahyaningtyas, SH, MH, dan anggotanya Abdul Ropik, SH, MH, serta Said Husein, SH, MH, telah melanggar asas litispendensi. "Pengadilan negeri tidak boleh memeriksa perkara yang sudah diputuskan oleh pengadilan niaga. Ini jelas melanggar kompetensi absolut pengadilan," ungkap Fredrich dalam keterangannya kepada media, Jumat (18/10/2024). 

Selain itu, ada dugaan bahwa Direksi Bank DKI terlibat dalam persekongkolan yang mempengaruhi hasil sidang.

Kerugian materiil yang dialami oleh klien Fredrich Yunadi juga cukup signifikan, dengan nilai mencapai Rp44,02 miliar, ditambah kerugian imateriil yang diperkirakan mencapai Rp35,27 miliar. Waskita Beton Precast, sebagai perusahaan BUMN, juga berpotensi menanggung kerugian yang lebih besar, bahkan mencapai Rp1,5 triliun, jika keputusan hakim tidak segera diperbaiki.

Selain melaporkan dugaan pelanggaran ini ke KY dan Bawas MA, tim hukum Yunadi juga melibatkan beberapa lembaga lain, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Agung. Mereka berharap penyelidikan lebih mendalam dapat dilakukan untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam proses hukum ini.

"Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Hakim yang terbukti melanggar kode etik harus segera ditindak," ujar Fredrich.

Fredrich Yunadi berharap agar KY dapat segera menyelidiki dugaan pelanggaran etik ini, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap kliennya dan potensi kerugian negara. Dengan laporan yang diajukan, Fredrich dan timnya optimis bahwa proses hukum akan berjalan sesuai aturan yang berlaku, serta memastikan tidak ada keberpihakan dalam penanganan kasus ini. 

 

Topik Menarik