Survei CISA: Mayoritas Publik Puas Kinerja Prabowo-Gibran di 100 Hari Kerja
JAKARTA - Jelang 100 hari kerja Prabowo dan Gibran, Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) merilis survei bertajuk Survei 100 Hari Kerja: Performa Kinerja Pemerintah dan Dinamika Sosial dan Politik Nasional yang berlangsung sejak 5-10 Januari 2025.
Survei yang melibatkan 1.189 responden di 38 Provinsi dengan margin of error sebesar 2,9 pada tingkat kepercayaan 95 melalui metode simple random sampling ini menyebutkan bahwa secara umum ditemukan fakta mayoritas publik relatif cukup puas terhadap kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Kabinet Merah Putih selama 100 hari kerja pertama, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik.
“Meskipun publik puas, kebijakan Prabowo dan Gibran ata kenaikan PPN 12 masih dianggap belum tepat dilakukan oleh pemerintah saat ini,” ucap Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA, Selasa 14 Januari 2025.
Barang Gratifikasi yang Diserahkan Menag Nasaruddin ke KPK Jadi Milik Negara, Nilainya Rp6 Juta
Selain itu dalam persepsi publik secara spontan didapatkan opini bahwa Kementerian Sosial dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjadi Menteri atau pejabat negara yang dianggap publik bekerja optimal selama ini setelah unggul dari Menteri Agama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Sekretaris Kabinet hingga Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan yang kelimanya berada pada Top of mind publik.
Kemudian mayoritas publik juga menganggap Pemerintah Prabowo dan Gibran telah bekerja optimal dalam mengelola pemerintahan dan birokrasi. Ada 52,81 yang setuju, 27,84 yang tidak setuju, serta yang netral 10,85 dan tidak tahu/tidak menjawab 8,49.
“Sedangkan bagi 42,48 publik melihat pemerintah belum optimal dalam memberikan perlindungan penyelenggaraan demokrasi seperti kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat walaupun 41,29 tidak setuju, yang netral 8,41, dan tidak tahu/tidak menjawab 7,89,” sebut Herry.
Sementara itu sebanyak 29,52 menilai Kementerian Sosial telah bekerja optimal dibandingkan Kementerian atau Lembaga negara lainnya pada pemerintahan Prabowo dan Gibran, disusul oleh Kementerian Agama 24,14, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi 18,92, Sekretaris Kabinet 15,90, serta Kantor Komunikasi Kepresidenan 11,52.
Adapun ketika publik ditanyakan secara spontan tentang Menteri atau pejabat negara yang dianggap bekerja optimal selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai berikut:
1. Saifullah Yusuf (Menteri Sosial) 29,91.
2. Nasaruddin Umar (Menteri Agama) 23,63.
3. Rini Widyanti (Menteri PAN-RB) 18,76.
4. Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet) 11,86.
5. Hasan Nasbi (Kepala Kantor Komunikasi Presiden) 11,52.
“Hanya 7,32 yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab,” kata Herry Mendrofa.
Perlu diketahui bahwa dasar penilaian publik terhadap kinerja Kementerian atau Lembaga Negara termasuk Menteri atau pejabat negara dilihat dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi:
1. Komunikasi 30,45
2. Integritas 21,61
3. Kepemimpinan 19,43.
4. Pelayanan Publik 10,26.
5. Etos Kerja 5,47.
6. Program Kerja 4,37.
7. Anti Korupsi 3,36.
8. Inovasi 2,52.
9. Independensi 1,68.
10. Responsibilitas 0,84.
Berdasarkan survei yang dilakukan juga ditemukan bahwa mayoritas publik yakni 57,95 menganggap pemerintah telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat meskipun ada 34,65 yang tidak setuju dengan hal tersebut. Sekitar 1,93 menyatakan netral dan 5,47 tidak tahu/tidak menjawab.
“Hal ini tentunya linier dengan opini publik sebesar 52,49 yang meyakini bahwa pemerintah telah memberikan kepastian perlindungan sosial bagi masyarakat. Kendati demikian masih ada 40,45 yang tidak setuju, 1,93 yang netral, serta 5,13 yang tidak tahu/tidak menjawab,” ujar Herry.
Herry pun menyebutkan adanya mayoritas publik menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam hal menyalurkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, beras (cadangan pangan) serta bantuan sosial lainnya sepanjang tahun 2024 hingga Januari 2025 telah optimal.
“Ada 68,72 setuju, 24,05 yang tidak setuju, sedangkan yang netral hanya 2,78 serta tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,46,” tutur Herry Mendrofa.
Inovasi Terminal Petikemas Surabaya dan Universitas Ciputra, Lahirkan Tiga Solusi Bisnis Logistik
Menurutnya penilaian ini cukup berdasar karena hal ini merupakan konsekuensi logis dari kinerja Kementerian dan Lembaga Negara terkait yang dianggap mampu mengelola kebutuhan prioritas masyarakat khususnya kelompok prasejahtera melalui konsolidasi dan integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), lalu semakin mantapnya ketepatan sasaran penerima manfaat, evaluasi yang berkesinambungan atas preferensi kebijakan yang diambil hingga sinergi dan kolaborasi antar stakeholder yang selama ini cukup konsisten.
“Dalam survei ini juga ada harapan ya terutama pada pemerintah untuk tetap menjamin adanya subsidi alternatif agar terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Seperti diketahui bahwa ada 68,37 yang menyatakan setuju dengan kebijakan tersebut, 28,93 yang tidak setuju, yang netral 0,93 serta tidak tahu/tidak menjawab 1,77,” kata Herry.
Lalu kebijakan pemerintah soal memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, Kehidupan Kerukunan Beragama dan Toleransi, serta Solidaritas Sosial lainnya dinilai oleh 50,88 telah optimal sedangkan 38,39 tidak setuju dengan opini tersebut, yang netral hanya 8,49 serta yang tidak tahu/tidak menjawab 1,77.
Dalam hal kebijakan ekonomi, 53,66 publik menilai kebijakan ekonomi berjalan optimal, sekitar 41,63 yang tidak setuju, 1,93 yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78.
"Bagi 51,64 menganggap kebijakan ekonomi telah meningkatkan taraf perekonomian pribadi atau keluarga, lalu 43,64 tidak setuju, 1,93 yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78,” tutur Herry.
Hal ini juga tidak terlepas dari 51,81 publik yang memiliki persepsi bahwa kebijakan ekonomi pemerintah sukses meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional walaupun 43,32 tidak setuju, 2,10 yang netral, dan 2,78 yang tidak tahu/tidak menjawab.
“Sementara itu mayoritas publik justru menolak kenaikan PPN 12 yang telah diputuskan oleh Pemerintah. Bagi 55,34 tidak setuju karena kebijakan kenaikan PPN 12 tidak mempengaruhi atau tidak berdampak signifikan tergadap kenaikan taraf perekonomian masyarakat. Namun 40,46 masih menilai preferensi kebijakan kenaikan PPN 12 logis dan rasional sehingga setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut. Adapun yang netral hanya 2,94 serta 1,26 tidak tahu/tidak menjawab,” pungkas Herry Mendrofa.