Cegah Cyberbullying, Publik Perlu Dibentengi Literasi dan Kesadaran Kritis

Cegah Cyberbullying, Publik Perlu Dibentengi Literasi dan Kesadaran Kritis

Nasional | okezone | Senin, 15 Desember 2025 - 21:13
share

JAKARTA — Maraknya praktik cyberbullying  dan komunikasi politik di ruang media sosial harus menjadi perhatian serius. Untuk itu, peningkatan literasi publik dan kesadaran kritis, serta etika bermedia dalam menghadapi kebebasan berekspresi di ruang digital harus terus didorong.

“Diskusi yang dilandasi semangat literasi dan kesadaran kritis ini diharapkan tidak hanya berhenti pada pemahaman konseptual, tetapi juga mampu mendorong kontribusi nyata dalam membangun ruang digital yang aman, sehat, dan beretika,” ujar Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Juni Afliah Chusjairi, dikutip Senin (15/12/2025).

Hal itu ia ungkapkan  webinar bertajuk “Public Education Cyberbullying: Antara Kebebasan Berekspresi dan Etika Bermedia” pada 12 Desember 2025. Ia menilai antusiasme peserta lintas daerah menunjukkan cyberbullying bukan sekadar isu akademik, melainkan persoalan sosial yang dihadapi masyarakat luas.

Sementara Dosen Sekolah Vokasi IPB University Fahmi Fuad Cholagi, menyoroti pentingnya literasi digital agar kebebasan berekspresi tidak berubah menjadi ujaran kebencian atau perundungan digital.

“Ekspresi di media digital selalu membawa konsekuensi sosial, sehingga etika dan literasi digital harus berjalan seiring dengan kebebasan berekspresi,” kata Fahmi.

Ia menegaskan kritik terhadap kebijakan publik merupakan bagian sah dari demokrasi, namun harus dibedakan secara tegas dari serangan personal yang berpotensi memicu cyberbullying dan polarisasi.

Adapun dosen Universitas Djuanda Bogor Nurwati, memaparkan aspek hukum dalam penanganan cyberbullying. Menurutnya, kebebasan berekspresi memiliki batas yang jelas ketika menyentuh hak orang lain dan larangan ujaran kebencian.

“Ruang digital tidak bersifat bebas nilai. Etika, hukum, dan tanggung jawab moral harus berjalan seiring agar demokrasi digital tidak berubah menjadi ruang kekerasan simbolik,” ujar Nurwati.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan collaborative justice dalam menangani kasus cyberbullying agar penyelesaian konflik tidak selalu berujung pada kriminalisasi.

Dari perspektif generasi muda, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Paramadina Alan Firmansyah menilai cyberbullying tidak bisa dilepaskan dari perubahan cara manusia berinteraksi di era digital.

“Ruang digital hari ini bukan dunia lain yang terpisah dari kehidupan nyata, melainkan ruang hibrida yang saling terhubung dengan ruang fisik. Apa yang terjadi di media sosial memiliki dampak nyata terhadap kehidupan sosial, psikologis, dan relasi antarindividu di dunia nyata,” ujar Alan.

Ia menekankan pentingnya pendidikan etika bermedia dan empati sebagai fondasi pencegahan cyberbullying. “Internet boleh bising, tetapi kita tetap bisa waras,” tegasnya.

Adapun Wakil Kepala Sekolah SMK Bina Nasional Informatika Cikarang Suhandar menyampaikan bahwa pencegahan cyberbullying di sekolah dilakukan melalui pendekatan preventif, dialog terbuka, serta penguatan karakter.

“Bullying tidak selalu bisa dihilangkan sepenuhnya, tetapi dapat ditekan melalui pemahaman yang proporsional, pendampingan, dan pembinaan karakter yang berkelanjutan,” ujarnya.

Ditambahkan dosen Universitas Paramadina Tatik Yuniarti, kegiatan diskusi tersebut sebagai wujud komitmen perguruan tinggi dalam edukasi publik. “Fenomena bullying dan cyberbullying tidak bisa diselesaikan secara parsial. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor dengan menanamkan nilai moral, empati, dan etika komunikasi, baik di ruang fisik maupun ruang digital,” pungkasnya.

Topik Menarik