3 Kasus Penembakan Paling Berdarah di Kashmir, Terbaru Bikin India-Pakistan di Ambang Perang

3 Kasus Penembakan Paling Berdarah di Kashmir, Terbaru Bikin India-Pakistan di Ambang Perang

Global | sindonews | Senin, 28 April 2025 - 11:43
share

Wilayah Jammu dan Kashmir, yang telah lama menjadi sengketa antara India dan Pakistan, menyimpan catatan panjang kekerasan. Di antara berbagai bentuk konflik, insiden penembakan massal menorehkan luka terdalam dalam sejarah kawasan ini.

Krisis Jammu dan Kashmir bermula pada pembagian India Britania pada tahun 1947. Saat India meraih kemerdekaan, wilayah Jammu dan Kashmir, yang memiliki populasi mayoritas Muslim, dipimpin oleh seorang maharaja Hindu, Maharaja Hari Singh.

Ketika ketegangan meningkat, Maharaja Hari Singh memilih untuk bergabung dengan India dengan memberikan persetujuan untuk bergabung setelah invasi pasukan Pakistan ke wilayah tersebut.

Keputusan ini memicu pertempuran antara India dan Pakistan, yang berujung pada pembagian wilayah Kashmir di sepanjang Garis Kendali (LoC), dengan India menguasai bagian selatan dan timur serta Pakistan menguasai bagian barat laut dan utara.

Konflik ini diperburuk oleh ketegangan yang terus berkembang antara kedua negara bersenjata nuklir tersebut. Sejak 1947, India dan Pakistan telah terlibat dalam beberapa perang besar dan konflik bersenjata, termasuk pada 1965 dan 1999, yang berfokus pada status wilayah Kashmir.

Setiap kali konflik muncul, ketegangan di kawasan tersebut semakin meningkat, dengan kedua negara saling tuduh atas pelanggaran perbatasan dan dukungan terhadap kelompok militan di wilayah Kashmir.

Meskipun ada upaya diplomatik internasional untuk menyelesaikan masalah ini, terutama melalui PBB, tidak ada solusi yang permanen, dan status wilayah Kashmir tetap menjadi titik rawan konflik.

3 Kasus Penembakan Paling Berdarah di Kashmir

1. Pembantaian Gawkadal Tahun 1990

Pada 21 Januari 1990, pasukan paramiliter India, CRPF (Central Reserve Police Force), menembaki ribuan demonstran di Jembatan Gawkadal, Srinagar. Para demonstran memprotes dugaan pelecehan dan kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan.

Penembakan ini menyebabkan 50 hingga 100 oran tewas di tempat menurut laporan Human Rights Watch.

Pembantaian Gawkadal dianggap sebagai awal dari periode paling brutal dalam sejarah pemberontakan di Jammu dan Kashmir. Insiden ini memperburuk ketidakpercayaan warga setempat terhadap pemerintah India dan memperkuat sentimen separatisme yang berkembang di awal 1990-an.

2. Pembantaian Chattisinghpora Tahun 2000

Pada 20 Maret 2000, dalam malam perayaan Holi, 15 pria bersenjata menyerang desa Sikh di Chattisinghpora, Kashmir, menewaskan 35 pria Sikh secara brutal.

Ini terjadi bertepatan dengan kunjungan Presiden Amerika Serikat saat itu Bill Clinton ke India, memicu spekulasi motif politik di balik serangan.

Hingga kini, tidak ada pihak yang secara resmi bertanggung jawab. Pemerintah India menyalahkan militan Islamis yang berbasis di Pakistan, namun beberapa laporan hak asasi manusia (HAM) menuding potensi keterlibatan pasukan keamanan India dalam menciptakan "false flag operation" atau “operasi bendera palsu”. Kasus ini memperumit citra konflik Kashmir di mata dunia dan memperkeruh hubungan diplomatik India-Pakistan.

3. Pembantaian Pahalgam 22 April 2025

Pada Selasa sore, 22 April 2025, kelompok bersenjata yang menamakan diri The Resistance Front (TRF) menembak mati 26 turis Hindu di padang rumput indah Baisaran di Pahalgam, Kashmir Selatan—wilayah yang dijuluki “mini Swiss”—yang dikendalikan India.

Dari 26 korban, 25 di antaranya merupakan warga India dan satu lagi warga negara Nepal.

Menurut India, TRF terkait dengan kelompok milisi Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan.

Pakistan mengeklaim pembantaian itu merupakan “operasi bendera palsu” yang dirancang oleh India.

India merespons pembantaian tersebut dengan melakukan lima tindakan pembalasan terhadap Pakistan, termasuk menurunkan hubungan diplomatik, penangguhan Perjanjian Perairan Indus, dan penutupan perbatasan darat kedua negara.

Pakistan tak terima dengan penangguhan Perjanjian Perairan Indus secara secara sepihak oleh India, menganggapnya sebagai tindakan perang.

Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Asif memperingatkan bahwa konfrontasi dengan India dapat meningkat menjadi "perang habis-habisan" dengan kemungkinan "hasil yang tragis", mengingat kedua negara adalah kekuatan nuklir.

Menteri Perkeretaapian Pakistan Hanif Abbasi bahkan telah mengancam India dengan serangan senjata nuklir. Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu (27/4/2025), Abbasi mengingatkan India bahwa Pakistan memiliki banyak rudal dan 130 hulu ledak nuklir, yang menurutnya "tidak untuk dipamerkan."

"Tidak seorang pun tahu di mana kami telah menempatkan senjata nuklir kami di seluruh negeri. Saya katakan lagi, rudal balistik ini, semuanya ditujukan kepada Anda," ancam Abbasi.

Pakistan telah menutup wilayah udaranya untuk maskapai penerbangan India.

Ketika ketegangan ini membuat kedua negara ambang perang, India unjuk kekuatan dengan menggelar latihan tembak langsung di Laut Arab, di mana kapal-kapal perangnya menembakkan rudal jelajah BrahMos.

Topik Menarik