Pagar Laut dalam Perspektif Lingkungan dan Kebijakan Publik

Pagar Laut dalam Perspektif Lingkungan dan Kebijakan Publik

Terkini | surabaya.inews.id | Sabtu, 18 Januari 2025 - 11:30
share

Oleh: Ulul Albab 
Akademisi Universitas Dr. Soetomo
Ketua ICMI Jawa Timur

FENOMENA pagar laut yang ditemukan di berbagai kawasan pesisir Indonesia, termasuk yang lagi viral di Pulau C, Kapuk, Jakarta Utara, membuka kotak pandora terkait pengelolaan ruang laut dan kebijakan publik di sektor kelautan. 

Pagar laut, justru mengandung banyak pertanyaan yang mendalam, baik dari segi legalitas, dampak lingkungan, maupun pengaruhnya terhadap kebijakan publik.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memang memiliki tantangan besar dalam mengelola wilayah laut yang begitu luas dan kaya sumber daya alam. Laut bukan hanya menjadi tempat bagi berbagai ekosistem yang vital, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan nelayan dan masyarakat pesisir. 

Namun, ketika pagar laut muncul di kawasan-kawasan pesisir, banyak yang mempertanyakan, apakah proyek ini sudah sesuai dengan regulasi yang ada?

Penting untuk diingat bahwa laut adalah properti umum, yang sifatnya open access, dan segala bentuk pemanfaatan ruang laut harus memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. 

Segala bentuk pemanfaatan ruang laut, termasuk pemasangan pagar laut, harus memiliki izin yang sah seperti Perizinan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan perizinan berusaha lainnya. 

Namun, apa yang menarik dari fenomena pagar laut ini adalah adanya dua kasus berbeda yang melibatkan proyek serupa, tetapi dengan dinamika yang sangat berbeda, yakni yang terjadi di Kampung Paljaya, Kabupaten Bekasi dan di Tangerang, Banten. 

Keberadaan pagar laut di Bekasi, yang diketahui memiliki legalitas jelas karena merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan beberapa perusahaan besar, jauh berbeda dengan pagar laut di Tangerang yang hingga saat ini tidak diketahui siapa pemiliknya.

Dampak Terhadap Ekosistem Laut

Dari perspektif ilmu kelautan, pemasangan pagar laut memang sering kali menjadi perdebatan. Dr. Alwi Shabri (dalam Journal of Marine Ecosystem Studies, 2024), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa struktur-struktur seperti pagar laut, bila tidak dirancang dengan hati-hati, dapat mengganggu arus laut, sedimentasi, dan habitat biota laut. 

Misalnya, pemasangan pagar yang terlalu dekat dengan garis pantai bisa menghalangi pergerakan alami air laut, yang sangat vital untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.

Ekosistem pesisir seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove membutuhkan aliran air laut yang bebas untuk mendukung proses-proses alami, seperti pergerakan plankton dan sirkulasi nutrien. 

Dr. Alwi Shabri mengingatkan bahwa tanpa kajian ilmiah yang matang, pembuatan pagar laut bisa berisiko menghancurkan habitat penting yang menjadi tempat hidup berbagai spesies laut.

Pagar laut juga dapat memengaruhi keanekaragaman hayati pesisir. Profesor Ardianto Sutrisno (dalam Marine Biology & Ecology Review, 2024), seorang ahli ekologi laut dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menyatakan bahwa adanya struktur yang menghambat aliran air laut dapat mengurangi pertumbuhan plankton yang menjadi sumber utama bagi berbagai spesies ikan dan organisme laut lainnya. Ini berpotensi mengganggu sumber daya perikanan yang menjadi mata pencaharian bagi banyak masyarakat pesisir.

 

Pengelolaan Ruang Laut 

Di balik semua masalah teknis tersebut, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab: Mengapa pagar laut terus muncul tanpa koordinasi yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat? Kebijakan publik di sektor kelautan tampaknya masih menghadapi kendala besar dalam hal koordinasi antarlembaga, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

Menurut Dr. Haryanto Setiono, seorang pakar kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (dalam Policy & Governance Journal, 2024); dalam konteks Indonesia, pengelolaan ruang laut sering kali terbentur oleh fragmentasi kebijakan. 

Banyaknya pihak yang terlibat, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan swasta, dan Masyarakat, sering kali menciptakan celah dalam pengawasan dan implementasi kebijakan yang kurang efektif. 

Hal ini bisa berakibat pada ketidaktepatan dalam penetapan kebijakan yang mengatur penggunaan ruang laut, sehingga menyebabkan terjadinya proyek-proyek yang tidak terkoordinasi dengan baik, seperti pemasangan pagar laut yang tidak memiliki izin atau pengawasan yang jelas.

Dr. Setiono juga menekankan pentingnya adanya pendekatan berbasis partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan kelautan. Kebijakan yang hanya datang dari atas, tanpa memperhitungkan kepentingan masyarakat pesisir dan nelayan, tidak akan menghasilkan dampak positif jangka panjang. 

Oleh karena itu, pembentukan kebijakan publik yang melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk masyarakat, akademisi, dan sektor swasta, merupakan kunci untuk memastikan keberlanjutan penggunaan ruang laut.

Pentingnya Regulasi 

Dari semua fenomena ini, satu hal yang jelas: perlunya peraturan yang lebih tegas dan pengawasan yang lebih efektif terhadap setiap pemanfaatan ruang laut. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus memiliki kerangka hukum yang jelas dan prosedur yang transparan untuk memastikan bahwa setiap pembangunan yang melibatkan ruang laut dapat dipertanggungjawabkan. 

Bukan hanya dari sisi legalitas dan izin, tetapi juga dari segi dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.

Penting untuk diingat bahwa laut bukan hanya milik negara atau pengusaha, tetapi juga milik seluruh masyarakat Indonesia, terutama mereka yang bergantung pada sumber daya alam laut untuk hidup. 

Oleh karena itu, setiap kebijakan yang berkaitan dengan laut harus senantiasa berpihak pada kelestarian ekosistem dan keadilan sosial.

Topik Menarik