Pria Gaza Raih Gelar Doktor setelah Pertahankan Disertasi dari Rumahnya yang Hancur akibat Perang

Pria Gaza Raih Gelar Doktor setelah Pertahankan Disertasi dari Rumahnya yang Hancur akibat Perang

Terkini | inews | Jum'at, 13 September 2024 - 18:25
share

GAZA, iNews.id - Warga Palestina, Anas al-Qanou, berhasil mempertahankan disertasinya dari rumahnya yang hancur, Juli lalu. Dia sukses meraih gelar doktor, meski Israel terus membombardir Jalur Gaza selama lebih dari sembilan bulan.

Dilansir dari laman berita Turki, Yeni Safak, Qanou mempertahankan disertasinya tentang pembuatan kawat nano perak dan penerapannya dalam sensor UV dari rumahnya yang rusak di Bir Al-Naja, dekat kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza Utara. Para profesornya dari Universitas Sains Malaysia (USM) memfasilitasi sidang doktoralnya dari jarak jauh karena serangan Israel terhadap Gaza.

Qanou adalah salah satu dari banyak mahasiswa yang mempertahankan disertasi mereka dari Gaza selama masa perang. Dia memperoleh gelar masternya dari Universitas Islam di Gaza dan bekerja sebagai guru untuk menghidupi keluarganya sebelum melanjutkan studi doktoral di Malaysia.

"Pada 2021, saya pergi ke Malaysia dan mendaftar di Universiti Sains Malaysia (USM) untuk meraih gelar doktor yang berfokus pada pembuatan nanokabel perak. Penelitian saya juga melibatkan penerapannya dalam produksi sensor ultraviolet dan pemanas listrik yang beroperasi pada tegangan kontinu rendah," tutur Qanou kepada Anadolu.

Keterbatasan keuangan membawanya kembali ke Gaza untuk mengajar di Universitas Islam guna menabung untuk membiayai studinya. Tanpa diduga, dia terjebak di Gaza saat serangan Israel meletus pada Oktober 2023. 

Meskipun menghadapi kondisi yang sulit, termasuk internet dan listrik yang terputus-putus, dia bisa menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya, dan akhirnya meraih gelar doktornya.

Qanou, bersama dengan banyak warga Palestina, telah menjalani pengungsian beberapa kali karena serangan tentara Israel ke Kamp Jabalia selama perang yang sedang berlangsung.

"Saya kembali ke Gaza sebelum perang Israel meletus untuk bekerja dan mengamankan sejumlah dana bagi keluarga saya. Orang-orang di sini menghadapi kondisi sulit tanpa pencari nafkah," ujarnya.

"Selama saya tinggal di Gaza, perang meletus, dan saya mendapati diri saya berada di Jalur Gaza utara, mengalami kesulitan dan tragedi yang sama seperti setiap warga Palestina. Rumah saya dibom dan dihancurkan," kata Qanou. 

Selama perang, dia pun berhenti mengerjakan tesis doktoralnya untuk sementara waktu. Akan tetapi, tekadnya yang begitu kuat terus mendorong pria itu hingga melanjutkannya sampai akhir.

Qanou menggambarkan tantangan awalnya yang dihadapi seperti internet dan pemadaman listrik. Namun dia berhasil mengatasinya dan melanjutkan penulisan disertasinya.

"Pada Maret, saya berhasil menyelesaikan sidang pendahuluan yang mempersiapkan saya untuk sidang akhir. Pada tanggal 10 Juli, sidang akhir saya dilakukan secara daring," katanya.

Selama sidang akhir untuk mempertahankan disertasinya, Qanou sempat khawatir tentang kemungkinan gangguan internet atau kehabisan baterai perangkatnya. Namun, dia berhasil mengisi daya perangkatnya menggunakan energi matahari. Diskusi daring hari itu berlangsung sekitar lima jam berturut-turut.

"Sidang itu dilakukan di pagi hari di tengah perang yang sedang berlangsung, pengeboman rumah saya, dan kondisi sulit yang saya hadapi seperti warga Palestina lainnya di Gaza yang menghadapi kehancuran perang," tututnya.

Kendati menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut, sidang doktoralnya tetap dilanjutkan. Setelah melalui upaya yang cukup besar, komite di USM memutuskan untuk menganugerahkan gelar doktor kepadanya.

Sejak dimulainya perang pada 7 Oktober, Israel telah menghancurkan enam universitas di Gaza. Serangan militer Israel juga mengakibatkan tewasnya tiga presiden atau rektor universitas dan lebih dari 95 dekan dan profesor perguruan tinggi.

Hingga Juli lalu, perang di Gaza telah mengganggu pendidikan 88.000 siswa, sementara 555 orang lainnya, yang telah mendapatkan beasiswa internasional, tidak dapat bepergian ke luar negeri. Semua data itu tertuang dalam laporan Observatorium Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania.

Topik Menarik